Ketidakseimbangan
lingkungan yang ditimbulkan karena lebih banyaknya permintaan akan lahan
terbangun dibandingkan lahan yang diperuntukkan sebagai lahan hijau menjadi
catatan penting Kabupaten Tegal guna membuat kebijakan yang fokus terhadap
bagaimana cara menyeimbangkan lingkungan. Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di
Kabupaten Tegal mengacu pada Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Tegal. Adanya kebijakan khusus terhadap kawasan lindung dan
ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Kabupaten Tegal juga tercantum dalam
RTRW Kabupaten Tegal tersebut.
Ruang
Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open
spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan
vegetasi lain
guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh
RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan
wilayah perkotaan tersebut. Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya
(fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang
dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat meningkatkan kualitas
lingkungan dan kelangsungan kehidupan perkotaan, tetapi juga dapat menjadi nilai
kebanggaan dan identitas kota. Agar kegiatan budidaya tidak melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan, maka pengembangan ruang terbuka hijau dari
luas kawasan perkotaan paling sedikit adalah 20% (dua puluh persen). Sedangkan menurut informasi yang ada di dalam RPJMD
Kabupaten Tegal, luas RTH di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 mencapai
3.750 ha atau 4,26%
dari total luas wilayah, masih jauh dari target 20%. Kemudian mengenai pemanfaatan
lahan setiap tahun di Kabupaten Tegal digambarkan dalam diagram berikut.
Seperti
yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
bahwa suatu daerah idealnya memiliki luasan Ruang Terbuka Hijau setidaknya 30%,
yang terbagi menjadi RTH Publik dan Privat yang masing-masing sekitar 20% dan
10% dari keseluruhan wilayah daerah tersebut. Kabupaten Tegal sebagai kabupaten
yang dianggap memiliki potensi dalam upaya penghijauan berkesempatan untuk
terus mengembangkan kawasan terbuka hijau demi terwujudnya kota yang nyaman
untuk ditinggali. Rasio luasan RTH dengan luas wilayah Kabupaten dapat
digambarkan dalam tabel berikut.
Rasio Ruang Terbuka Hijau per Satuan
Luas Wilayah di Kabupaten Tegal
Tahun 2009-2013
No.
|
Uraian
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
1.
|
Luas R T H (ha)
|
2.617
|
2.640
|
2.770
|
3.637
|
3.750
|
2.
|
Luas
Wilayah (ha)
|
87.879
|
87.879
|
87.879
|
87.879
|
87.879
|
Presentase
Ruang Terbuka Hijau per satuan wilayah (%)
|
2,98
|
3,00
|
3,15
|
4,13
|
4,26
|
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Tegal Tahun 2014
Pemerintah perlu
mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang RTH agar perencanaan
pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas. Perlu insentif
atau disintensif jika terjadi prestasi atau pelanggaran hukum oleh perorangan
dan/atau badan dalam pelaksanaan pengembangan RTH. Dengan adanya Perda No. 10
Tahun 2012 tersebut, diharapkan pemerintah
bisa memberikan aksi nyata dalam upaya pemenuhan RTH yang diharapkan.
Suatu
kebijakan yang dicanangkan tidak akan berjalan dan terwujud sesuai dengan
tujuan apabila tidak didukung oleh para
stakeholder
yang berperan di dalamnya, yakni pemerintah (aktor kebijakan) beserta
masyarakat (objek kebijakan),
karena bagaimanapun, pengadaan suatu kawasan terbuka hijau tidak dapat
dilakukan oleh satu pihak saja. Adanya interaksi yang baik antara pemerintah
dan masyarakat menjadi hal yang penting dalam upaya peningkatan kualitas dan
kuantitas kawasan yang dijadikan sebagai
titik peruntukan Ruang Terbuka Hijau. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan upaya
pelaksanaan sebuah kebijakan, berikut ini merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan, antara lain;
Pertama,
Komunikasi; adanya komunikasi internal pemerintah itu sendiri maupun komunikasi
eksternal yang dilakukan oleh pihak pembuat kebijakan dengan masyarakat seperti
melalui LSM maupun kelompok masyarakat
lainnya dengan motode sosialisasi atau yang lainnya. Hal ini dapat mendukung sinergitas antara pemerintah
dan masyarakat dalam rangka pemenuhan dan stabilisasi penataan ruang perkotaan,
karena pada dasarnya suatu kebijakan akan mengalami banyak kendala apabila pada
aspek komunikasi sosial kurang diperhatikan, karena dengan komunikasi sebuah
rencana dapat terhindar dari adanya kesalahpahaman / miss communication diantara pihak-pihak yang berperan.
Kedua,
Sumberdaya; kualitas sumberdaya yang ada di dalam tiap satuan kerja yang
berwenang mengurusi kebijakan tersebut menjadi sangat penting, kompetensi aktor
dalam suatu badan maupun dinas yang melaksanakan kebijakan menjadi penentu
daripada implementasi kebijakan terkait. Selain itu, adanya peran masyarakat
melalui pelatihan dan sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah kepada
kelompok masyarakat juga dianggap berdampak pada kesadaran dan kemampuan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri. Misalnya
pemberian pemahaman mengenai pentingnya kelestarian dan keseimbangan lingkungan
dengan aktivitas sosial, didukung dengan tindakan konkret seperti aksi
penghijauan dengan melakukan kerjasama dengan institusi yang memiliki fokus
dalam hal tersebut.
Ketiga,
Disposisi; merupakan hal yang tidak kalah penting dalam implementasi suatu
kebijakan, karena dengan adanya disposisi tersebut, maka para implementor
dituntut untuk selalu berkomitmen dan memiliki sikap demokratis guna mencapai
tujuan dalam suatu pengadaan Ruang Terbuka Hijau. Komitmen tersebut tentunya
muncul dari adanya amanat yang tersemat dalam regulasi yang mengharuskan
pengadaan RTH 30%.
Keempat,
Struktur Birokrasi; adanya struktur yang jelas di dalam suatu birokrasi menjadi
hal yang penting dalam upaya pelaksanaan suatu kebijakan. Kemampuan dan
keahlian dari staf yang ada di dalam birokrasi yang menjalankan tugasnya sesuai
dengan tupoksi yang dimilikinya
berpengaruh terhadap kualitas kinerja. Selain itu,
adanya struktur hierarki yang dijalankan oleh suatu birokrasi itu sendiri
kepada masyarakat menjadi hal yang perlu diperhatikan, karena seperti yang
dikatakan di awal, adanya kerjasama yang baik antara kedua pihak akan dapat
mewujudkan tujuan yang diinginkan bersama.
Maka dari itu, upaya pengadaan Ruang Terbuka Hijau
yang ditempuh melalui acuan Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Tegal akan dapat mencapai
tujuannya melalui
optimalisasi peran-peran yang dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat.
Peran-peran tersebut tentunya memiliki dampak yang positif apabila diperhatikan
dengan cara melaksanakan kewajiban masing-masing, seperti optimalisasi penataan
ruang dengan mengupayakan RTH publik yang dilakukan oleh pemerintah, maupun
upaya dalam menjaga keseimbangan vegetasi di
lingkungan tempat tinggal, serta pengadaan
RTH privat bagi setiap masyarakat maupun koorporasi,
misalnya dengan meningkatkan kualitas pekarangan maupun kebun yang
dimiliki dengan luasan tertentu,
serta dengan menambah nuansa hijau di lingkungan perkantoran bagi koorporasi
yang menjalankan aktivitas kerjanya di wilayah Kabupaten Tegal, baik itu insititusi
pemerintah maupun pada sektor privat. Dengan langkah kecil yang dilakukan dalam
rangka pemenuhan RTH tersebutlah sedikit demi sedikit prosentase luasan RTH 30%
akan dapat terpenuhi tentunya dengan adanya komitmen bersama.
Daftar Pustaka
Buku:
Adisasmita, Rahardjo.2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Budihardjo, Eko. 2011. Penataan Ruang Pembangunan Perkotaan. Bandung: PT Alumni
Dunn, William. 1995. Analisis Kebijakan Publik: Kerangka dan
Prosedur Perumusan Masalah, terjemahan Muhadjir Darwin. Cet. Kelima.
Yogyakarta: Hanindita
Joga, Nirwono. 2013. Gerakan
Kota Hijau. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Joga, Nirwono. 2013. RTH 30%!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy, Analisis, Strategi, Advokasi,
Teori dan Praktik. Surabaya: PMN
Riyadi, Deddy Supriady B. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah-Strategi
Menggali Potensi dalam mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka
Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan
Aplikasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
______. Selayang Pandang
Kabupaten Tegal 2015. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tegal
Jurnal
(Publikasi):
Anonim. Eprints.walisongo.ac.id/761/4/082411129_Bab3.pdf. (diunduh
pada 17 Maret 2016. Pukul 00.08)
Lussetyowati, Tutur. 2011. Analisa Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
Perkotaan, Studi Kasus Kota Martapura. Jurnal. Palembang: Universitas Sriwijaya
Meidian Miranti, dkk. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Implementasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Rembang. Semarang: Jurusan Administrasi Publik
Universitas Diponegoro.
Trananda Pratama Achmad & Petrus
Natalivan Indrajati, dalam jurnal Strategi
Pengadaan Lahan untuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung. Institut
Teknologi Bandung: Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Regulasi
Pemerintah:
Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal Tahun 2012-2032
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Tegal Tahun 2014-2019
TENTANG PENULIS:
Muhammad Salim; Kelahiran Tegal, 4 Maret 1995. Penulis beralamat di
RT 07/II Desa Sutapranan Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal. Jenjang
pendidikannya pernah ditempuh di SD N Sutapranan Kab. Tegal (2007), SMP N 14
Tegal (2010), dan SMA N 3 Tegal (2013). Saat ini penulis tercatat aktif sebagai
mahasiswa tingkat akhir pada program S1-Ilmu Pemerintahan (Konsentrasi Analisis
Kebijakan), Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro
Semarang.
Dua tahun awal masa kampusnya diisi dengan aktivitas
akademik dan nonakademik (sebagai Staf PSDM dan Sekretaris Umum Himpunan
Mahasiswa Jurusan). Kemudian tahun kedua dan ketiga mengikuti kegiatan luar
kampus dengan bergabung pada LSM/NGO “KRESNA Youth Peace Generation”, yang
berfokus pada isu perdamaian; sosial budaya, pendidikan, lingkungan, dan enterpreneurship.