Senin, 23 April 2018

Ruang Terbuka Hijau: Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat


Ketidakseimbangan lingkungan yang ditimbulkan karena lebih banyaknya permintaan akan lahan terbangun dibandingkan lahan yang diperuntukkan sebagai lahan hijau menjadi catatan penting Kabupaten Tegal guna membuat kebijakan yang fokus terhadap bagaimana cara menyeimbangkan lingkungan. Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Tegal mengacu pada Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal. Adanya kebijakan khusus terhadap kawasan lindung dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Kabupaten Tegal juga tercantum dalam RTRW Kabupaten Tegal tersebut.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi lain guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan kelangsungan kehidupan perkotaan, tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Agar kegiatan budidaya tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, maka pengembangan ruang terbuka hijau dari luas kawasan perkotaan paling sedikit adalah 20% (dua puluh persen). Sedangkan menurut informasi yang ada di dalam RPJMD Kabupaten Tegal, luas RTH di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 mencapai 3.750 ha atau 4,26% dari total luas wilayah, masih jauh dari target 20%. Kemudian mengenai pemanfaatan lahan setiap tahun di Kabupaten Tegal digambarkan dalam diagram berikut.


Seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa suatu daerah idealnya memiliki luasan Ruang Terbuka Hijau setidaknya 30%, yang terbagi menjadi RTH Publik dan Privat yang masing-masing sekitar 20% dan 10% dari keseluruhan wilayah daerah tersebut. Kabupaten Tegal sebagai kabupaten yang dianggap memiliki potensi dalam upaya penghijauan berkesempatan untuk terus mengembangkan kawasan terbuka hijau demi terwujudnya kota yang nyaman untuk ditinggali. Rasio luasan RTH dengan luas wilayah Kabupaten dapat digambarkan dalam tabel berikut.
Rasio Ruang Terbuka Hijau per Satuan Luas Wilayah di Kabupaten Tegal
Tahun 2009-2013
No.
Uraian
2009
2010
2011
2012
2013
1.
Luas R T H (ha)
2.617
2.640
2.770
3.637
3.750
2.
Luas Wilayah (ha)
87.879
87.879
87.879
87.879
87.879
Presentase Ruang Terbuka Hijau per satuan wilayah (%)
2,98
3,00
3,15
4,13
4,26
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tegal Tahun 2014

Pemerintah perlu mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang RTH agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas. Perlu insentif atau disintensif jika terjadi prestasi atau pelanggaran hukum oleh perorangan dan/atau badan dalam pelaksanaan pengembangan RTH. Dengan adanya Perda No. 10 Tahun 2012 tersebut, diharapkan pemerintah bisa memberikan aksi nyata dalam upaya pemenuhan RTH yang diharapkan.
Suatu kebijakan yang dicanangkan tidak akan berjalan dan terwujud sesuai dengan tujuan apabila tidak didukung oleh para stakeholder yang berperan di dalamnya, yakni pemerintah (aktor kebijakan) beserta masyarakat (objek kebijakan), karena bagaimanapun, pengadaan suatu kawasan terbuka hijau tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Adanya interaksi yang baik antara pemerintah dan masyarakat menjadi hal yang penting dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas kawasan yang dijadikan sebagai titik peruntukan Ruang Terbuka Hijau. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan upaya pelaksanaan sebuah kebijakan, berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan, antara lain;
Pertama, Komunikasi; adanya komunikasi internal pemerintah itu sendiri maupun komunikasi eksternal yang dilakukan oleh pihak pembuat kebijakan dengan masyarakat seperti melalui LSM maupun kelompok masyarakat lainnya dengan motode sosialisasi atau yang lainnya. Hal ini dapat mendukung sinergitas antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pemenuhan dan stabilisasi penataan ruang perkotaan, karena pada dasarnya suatu kebijakan akan mengalami banyak kendala apabila pada aspek komunikasi sosial kurang diperhatikan, karena dengan komunikasi sebuah rencana dapat terhindar dari adanya kesalahpahaman / miss communication diantara pihak-pihak yang berperan.
Kedua, Sumberdaya; kualitas sumberdaya yang ada di dalam tiap satuan kerja yang berwenang mengurusi kebijakan tersebut menjadi sangat penting, kompetensi aktor dalam suatu badan maupun dinas yang melaksanakan kebijakan menjadi penentu daripada implementasi kebijakan terkait. Selain itu, adanya peran masyarakat melalui pelatihan dan sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah kepada kelompok masyarakat juga dianggap berdampak pada kesadaran dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Misalnya pemberian pemahaman mengenai pentingnya kelestarian dan keseimbangan lingkungan dengan aktivitas sosial, didukung dengan tindakan konkret seperti aksi penghijauan dengan melakukan kerjasama dengan institusi yang memiliki fokus dalam hal tersebut.
Ketiga, Disposisi; merupakan hal yang tidak kalah penting dalam implementasi suatu kebijakan, karena dengan adanya disposisi tersebut, maka para implementor dituntut untuk selalu berkomitmen dan memiliki sikap demokratis guna mencapai tujuan dalam suatu pengadaan Ruang Terbuka Hijau. Komitmen tersebut tentunya muncul dari adanya amanat yang tersemat dalam regulasi yang mengharuskan pengadaan RTH 30%.
Keempat, Struktur Birokrasi; adanya struktur yang jelas di dalam suatu birokrasi menjadi hal yang penting dalam upaya pelaksanaan suatu kebijakan. Kemampuan dan keahlian dari staf yang ada di dalam birokrasi yang menjalankan tugasnya sesuai dengan tupoksi yang dimilikinya berpengaruh terhadap kualitas kinerja. Selain itu, adanya struktur hierarki yang dijalankan oleh suatu birokrasi itu sendiri kepada masyarakat menjadi hal yang perlu diperhatikan, karena seperti yang dikatakan di awal, adanya kerjasama yang baik antara kedua pihak akan dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan bersama.
Maka dari itu, upaya pengadaan Ruang Terbuka Hijau yang ditempuh melalui acuan Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal akan dapat mencapai tujuannya melalui optimalisasi peran-peran yang dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat. Peran-peran tersebut tentunya memiliki dampak yang positif apabila diperhatikan dengan cara melaksanakan kewajiban masing-masing, seperti optimalisasi penataan ruang dengan mengupayakan RTH publik yang dilakukan oleh pemerintah, maupun upaya dalam menjaga keseimbangan vegetasi di lingkungan tempat tinggal, serta pengadaan RTH privat bagi setiap masyarakat maupun koorporasi, misalnya dengan meningkatkan kualitas pekarangan maupun kebun yang dimiliki dengan luasan tertentu, serta dengan menambah nuansa hijau di lingkungan perkantoran bagi koorporasi yang menjalankan aktivitas kerjanya di wilayah Kabupaten Tegal, baik itu insititusi pemerintah maupun pada sektor privat. Dengan langkah kecil yang dilakukan dalam rangka pemenuhan RTH tersebutlah sedikit demi sedikit prosentase luasan RTH 30% akan dapat terpenuhi tentunya dengan adanya komitmen bersama.

Daftar Pustaka
Buku:
Adisasmita, Rahardjo.2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu
Budihardjo, Eko. 2011. Penataan Ruang  Pembangunan Perkotaan. Bandung: PT Alumni
Dunn, William. 1995. Analisis Kebijakan Publik: Kerangka dan Prosedur Perumusan Masalah, terjemahan Muhadjir Darwin. Cet. Kelima. Yogyakarta: Hanindita
Joga, Nirwono.  2013. Gerakan Kota Hijau. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Joga, Nirwono.  2013. RTH 30%!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy, Analisis, Strategi, Advokasi, Teori dan Praktik. Surabaya: PMN
Riyadi, Deddy Supriady B. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah-Strategi Menggali Potensi dalam mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
______. Selayang Pandang Kabupaten Tegal 2015. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tegal
Jurnal (Publikasi):
Anonim. Eprints.walisongo.ac.id/761/4/082411129_Bab3.pdf.  (diunduh pada 17 Maret 2016. Pukul 00.08)
Lussetyowati, Tutur. 2011. Analisa Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan, Studi Kasus Kota Martapura. Jurnal. Palembang: Universitas Sriwijaya
Meidian Miranti, dkk. 2016.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Rembang. Semarang: Jurusan Administrasi Publik Universitas Diponegoro.
Trananda Pratama Achmad & Petrus Natalivan Indrajati, dalam jurnal Strategi Pengadaan Lahan untuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung. Institut Teknologi Bandung: Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Regulasi Pemerintah:
Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal Tahun 2012-2032
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tegal Tahun 2014-2019

TENTANG PENULIS:
Muhammad Salim; Kelahiran Tegal, 4 Maret 1995. Penulis beralamat di RT 07/II Desa Sutapranan Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal. Jenjang pendidikannya pernah ditempuh di SD N Sutapranan Kab. Tegal (2007), SMP N 14 Tegal (2010), dan SMA N 3 Tegal (2013). Saat ini penulis tercatat aktif sebagai mahasiswa tingkat akhir pada program S1-Ilmu Pemerintahan (Konsentrasi Analisis Kebijakan), Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro Semarang.
Dua tahun awal masa kampusnya diisi dengan aktivitas akademik dan nonakademik (sebagai Staf PSDM dan Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan). Kemudian tahun kedua dan ketiga mengikuti kegiatan luar kampus dengan bergabung pada LSM/NGO “KRESNA Youth Peace Generation”, yang berfokus pada isu perdamaian; sosial budaya, pendidikan, lingkungan, dan enterpreneurship.