ORGANISASI
ISLAM DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP POLITIK DI INDONESIA
KELOMPOK
4
Oleh:
1. BALQIS
DWI WINDASARI (14010113120021)
2. HERATI
SEKAR PURI (14010113120022)
3. IVANA
ANDI SABANI (14010113120023)
4. GALANG
ADIT HUTSA D. (14010113120024)
5. ARUM
MASTUTI (14010113120026)
6. MARISKA
BUNGA C. (14010113120027)
7. MUHAMMAD
SALIM (14010113120028)
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas rahmat dan karuniaNya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Organisasi Islam dan Kontribusinya terhadap
Politik di Indonesia” ini membahas mengenai kontribusi yang telah umat
Islam berikan dalam aspek politik di Indonesia, dalam konteks ini adalah
organisasi-organisasi Islam yang ada dan terbesar di Indonesia.
Dalam penulisan makalah ini kami banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
umumnya bagi kita semua.
Akhir kata, kami memoohon maaf apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan.
Semarang,
November 2013
Tim
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam tidak hanya berbicara tentang ibadah mahdah dan muamalah yang bersifat
terbatas, melainkan berbicara juga mengenai kepemimpinan, politik, negara, dan
hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin, atau antara yang berkuasa dengan
yang dikuasai. Bahwa seorang pemimpin harus memegang janji, jujur, amanah dan
bertanggungjawab untuk menjalankan kekuasaannya berdasarkan kepentingan umum,
itu adalah inti sari ajaran islam yang agung. Kepemimpinan bukan suatu prestise
yang perlu dibanggakan, tapi merupakan bentuk pengabdian dan pertanggungjawaban
terhadap prinsip-prinsip keimanan. Seseorang yang dianggap menjadi pemimpin
harus memegang komitmen untuk menggunakan kewajiban kepemimpinannya dalam
rangka mewujudkan kemaslahatan bersama.
Agama Islam merupakan agama yang tidak menyulitkan
umatnya dalam beribadah, juga tidak menyulitkan dalam kehidupan para umatnya.
Dengan hukum yang tegas, Islam mampu mendidik umatnya menjadi sosok-sosok yang
memiliki budi pekerti luhur. Dalam dunia politik di Indonesia, umat Islam pada
khususnya memiliki peran yang cukup besar dalam aspek politik tersebut. Ada
beberapa organisasi Islam yang bergerak di bidang politik. Organisasi tersebut
dianggap mampu menggerakan roda dunia politik di Indonesia dan dianggap juga
sebagai penopang kehidupan masyarakat Indonesia sehingga terwujud kesejahteraan
umat. Dengan kontribusinya yang diberikan kepada negara untuk kepentingan
bersama, organisasi-organisasi yang dijalankan oleh umat Islam itu telah banyak
memberikian sumbangsi kepada masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
a)
Bagaimana
sejarah politik Islam di Indonesia?
b)
Apa
yang dimaksud dengan organisasi Islam?
c)
Apa
saja organisasi Islam yang pernah berdiri di Indonesia?
d)
Mengapa
organisasi Islam dianggap berkontribusi terhadap politik di Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini antara lain:
1)
Sebagai
bahan pendalaman atas materi kuliah yang sudah disampaikan
2)
Untuk
penemabahan wawasan mahasiswa mengenai politik Islam yang ada di Indonesia
3)
Memberikan
informasi mengenai organisasi Islam di Indonesia dan kontribusi-kontribusi yang
terlah diberikan oleh organisasi tersebut terhadap aspek politik di Indonesi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Politik Islam di Indonesia
1.
Era
Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya
Salah
satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa
ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya
senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa,
bahkan dunia. Penguasaan wilayah ranah politik menjadi sarana penting bagi umat
Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini. Pengaruh
Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang.
Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa
kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara
abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
2.
Era
Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat
dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia baik pada masa kolonial
maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi
ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan
dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.
Meskipun para pendiri bangsa ini
menerima Pancasila sebagai dasar negara, ada sebagian dari mereka yang meminta
agar Islam tercantum secara eksplisit dalam konstitusi negara ini. Itu tampak
pada Piagam Jakarta yang mendukung Pancasila sebagai dasar negara, namun dengan
penambahan kata-kata “Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”
(Bahtiar Effendy, 2003). Piagam Jakarta yang awalnya disetujui masuk dalam
Pembukaan UUD 1945 sebagai bentuk kompromi dengan umat Islam itu ternyata tidak
diterima secara bulat oleh anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas
menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan
NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan
Undang-Undang Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam
pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang
tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama
57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada
tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis
negara. Beberapa anggota dari kelompok sekuler dan nasionalis tidak menyetujui
itu. Pada 18 Agustus 1945, setelah para anggota BPUPKI dari kelompok Islam
didekati dan dilobi oleh para anggota dari kelompok nasionalis dan nonmuslim,
akhirnya Piagam Jakarta ditarik dari Pembukaan UUD 1945.
Meskipun para founding fathers bangsa
dari kalangan Islam saat itu menyetujui penarikan Piagam Jakarta dari Pembukaan
UUD 1945, tidaklah semua umat Islam menyetujui kompromi politik itu. Bagi
sebagian tokoh dan umat Islam, penarikan Piagam Jakarta adalah awal mula
kekalahan umat Islam di pentas politik nasional yang terus berlanjut hingga
hari ini. Karena itu, aspirasi untuk menegakkan syariat Islam terus terjadi dan
dilakukan terusmenerus. Bagi sebagian umat Islam yang lain, penarikan Piagam
Jakarta dari Pembukaan UUD 1945 adalah konsekuensi logis dari konsensus nasional
bahwa Indonesia bukan negara agama. Indonesia bukan pula negara sekuler,
Indonesia adalah negara hukum.
3.
Era
Orde Baru
Pemerintahan
masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam negara.
Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk
ideologi politik Islam.
Hal
ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan
Islam. Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut
kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan
pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan
dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.
4.
Era
Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era
reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani
Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada
saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama. Muncul juga nama Nurcholis
Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Juga muncul Amin
Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat
Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat Islam mulai
kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam.
Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan
lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan
asas Islam.
Kemudian bermunculanlah berbagai partai
politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan
Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain. Dalam kondisi
bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam untuk
terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi
bermain di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk
memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia,
profesional, dan punya integritas diri yang tangguh. Umat Islam di Indonesia
diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam panggung politik. Politik Islam
harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan
dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
5.
Politik
Islam Pascareformasi
Pascareformasi 1998 kontestasi antara
kelompok Islam politik (Islamis) dan politik Islam (Islam substantif) terus
terjadi dan berjalan secara dinamis. Islamis adalah sebuah kelompok dalam Islam
yang menginginkan penerapan syariat Islam secara formal, meyakini Islam sebagai
sebuah keyakinan hidup (belief system) yang sempurna, dan
mencita-citakan berdirinya sebuah sistem Islam. Mereka ini terus berusaha
menyebarkan pengaruhnya di Indonesia. Kelompok ini dalam banyak hal diwakili
oleh Islam transnasional. Kelompok ini banyak beraktivitas dalam organisasi
seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar Jihad, Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI), dan kelompok tarbiyah yang banyak berinduk dalam Partai
Keadilan Sejahtera (PKS). Partai politik Islam seperti Partai Bulan Bintang
(PBB) dan Partai Persatuan Pembangunan(PPP) jugadikelompokkan dalam kelompok
ini. Hingga hari ini, dengan caranya masing-masing, mereka terus menyuarakan
aspirasi politik Islam secara formal, baik di tingkat negara maupun peraturan-
peraturan daerah.
Berbeda dengan aspirasi umat Islam
mainstream di negara ini, kelompok yang disebut sebagai Islam Syariat ini
banyak mengagendakan terwujudnya sistem Islam di tingkat lokal, nasional,
maupun internasional. Haedar Nashir dalam Islam Syariat, Reproduksi Salafiyah
Ideologis di Indonesia, (MAARIF Institute
& Mizan, 2013), mengkaji secara mendalam tentang geneologi, konsep,
metode, dan cita-cita politik kelompok Islam ini. Di sisi lain, kelompok
politik Islam substantif cenderung menyerukan pemahaman dan aspirasi politik
Islam yang lebih moderat. Kelompok ini direpresentasikan oleh organisasi Islam
moderat seperti Muhammadiyah dan NU. Kelompok ini juga diwakili oleh
partai-partai yang berbasiskan organisasi Islam, tapi berdasarkan visi
kebangsaan. Hingga hari ini organisasi muslim terbesar di Indonesia yang
diwakili oleh Muhammadiyah dan NU tidak menyetujui penerapan syariat Islam
secara formal di level negara.
Mereka juga menyatakan bahwa Pancasila
adalah dasar negara Indonesia yang wajib dijaga oleh seluruh komponen bangsa.
Islam substantif ini juga diwakili oleh sebagian aktivis Islam yang aktif di
berbagai organisasi sekuler dan partai nasionalis. Tampaknya memang telah
terjadi pergeseran di kalangan muslim Indonesia terkait aspirasi politiknya.
Mereka berpikir bahwa aspirasi politik Islam bisa disalurkan lewat partai lain
yang bervisi inklusif dan kebangsaan (Anies
Baswedan, ‘Political Islam in Indonesia: Present and Future Trajectory’,
2004). Jadi aspirasi politik Islam tidak identik dengan partai Islam.
Fenomena sebetulnya bukanlah hal yang
baru, tapi sudah dimulai di Partai Golkar sejak era 1980-an ketika partai ini
banyak merekrut para aktivis Islam sebagai pengurus dan kadernya.
Pascareformasi fenomena ini semakin berkembang karena banyak pimpinan inti
partai-partai nasionalis yang berasal dari kaum santri. PDI Perjuangan dan
Demokrat bahkan membentuk sayap organisasi Islam.
Tidak berhenti pada partai Islam,
mengenai partai Islam, berbagai survei terakhir yang dilakukan Lingkaran Survei
Indonesia (LSI) Network, Lembaga Survei Indonesia, dan Saiful Mujani Research
and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa suara partai Islam diperkirakan akan
semakin merosot ke bawah. Jika pemilu digelar pada hari ini, ada beberapa
partai Islam yang kemungkinan besar tidak lolos electoral threshold.
Itu disebabkan antara lain oleh performa partai Islam yang makin memudar akibat
konflik internal, fenomena korupsi para pimpinannya, dan kekaburan visi dari
partai Islam bila dibandingkan partai nasional lain.
Tidak heran jika suara partai Islam
terus menurun dan tidak mengalami perkembangan yang menggembirakan. Pada level
calon pemimpin nasional pun, dalam banyak survei terakhir, tidak muncul nama
pimpinan partai Islam yang popularitas dan elektabilitasnya tampil secara
meyakinkan. Namun, diskusi tentang ekspresi politik umat Islam tentu tidak bisa
hanya dibatasi pada soal partai Islam. Banyak aspek dalam politik Islam yang
menarik untuk dikaji lebih mendalam lagi.
Riset yang dilakukan Sunny Tanuwidjaja
menunjukkan bahwa fenomena Indonesia pascareformasi tampak jelas menunjukkan
bahwa Islam telah dan terus memainkan posisi penting dalam politik Indonesia
meskipun suara partai Islam terus turun secara signifikan (Political Islam and
Islamic Parties in Indonesia: Critically Assessing the Evidence of Islam’s
Political Decline, 2010). Itu misalnya tampak pada fenomena dukungan
partai-partai nasionalis terhadap agenda perda-perda syariat di berbagai
daerah. Juga pada dukungan partai-partai di parlemen terhadap undang-undang
yang menjadi aspirasi umat Islam seperti RUU Sisdiknas Tahun 2003, RUU
Pornografi dan Pornoaksi, RUU Zakat, dan sebagainya. Pada titik tertentu
kebijakan politik luar negeri Indonesia yang mengampanyekan tentang Islam
moderat juga bentuk lain dari aspirasi politik Islam pascareformasi.
Jika sebelumnya suara Islam nyaris absen
dalam politik luar negeri Indonesia, tampaknya pergeseran geopolitik
internasional dan aspirasi umat Islam di tingkat nasional turut memengaruhi
politik luar negeri itu. Faktor para tokoh Islam yang berhasil mengajak para
anggotanya untuk berpartisipasi mengawal transisi demokrasi di Indonesia hingga
terkonsolidasi merupakan contoh lain dari ekspresi politik Islam.
Partai Politik Islam di Indonesia
Pada pemilu tahun 1955, sistem
multipartai yang dijalankan terjadi pengelompokon idiologis partai-partai yang
ada dapat dikelompokkan pada dua kelompok besar yaitu kelompok nasionalis
sekuler dan nasionalis Islam. Hal ini terlihat pada
terbelahnya pandangan terhadap Negara diantara partai-partai politik dalam
Konstituante. Pada kelompok nasionalis sekuler terdapat Nasionalis yang
tergabung dalam Partai Nasional Indonesia yang memiliki kekuatan sangat besar
sebagai hasil pemilu 1955, Kelompok Komunis yang tergabung dalam Partai Komunis
Indonesia, kelompok agama non-Islam yaitu Partai Katolik dan Parkindo serta
kelompok yang lain dari kelompok fungsional serta kedaerahan. Sedangkan dari
kalangan Islam, terdapat Partai Masyumi yang mendapat dukungan dari kalangan
Islam modernis, Nahdatul Ulama (NU) dari kalangan Islam tradisional serta dari
Partai Syarikat islam.
Partai politik Islam adalah partai
politik yang secara tegas mencantumkan asanya adalah Islam. Pada pemilu tahun
1999, paling tidak ada delapan partai yang berasaskan islam, antara lain yang
mendapatkan kursi di DPR pada saat ini adalah Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan (PK), Partai Nahdatul Ummat
(PNU), Partai Kebangkitan Ummat (PKU), Partai Masyumi, Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII) dan lain-lain. Disamping partai yang berasaskan Islam.
Indonesia pada saat ini, ada juga partai
yang bebasiskan massa Islam, yaitu antara lain Partai Kebangkitan Bangsa dan
Partai Amanat Nasional. Kedua partai yang terakhir ini massa pendukungnya
terutama berasal dari para anggota dan simpatisan Ormas Islam Nahdatul Ulama
dan Muahammadiyah, Walaupun tidak seluruhnya anggota kedua organisasi tersebut
menjadi anggota kedua partai itu.
Issu politik yang paling menonjol yang
dibawa oleh partai-partai Islam hasil pemilu tahun 1955 dan mereka mempunyai
suara yang sama untuk itu, adalah persoalan idiologi yaitu Islam sebagai dasar
negara, berhadapan dengan kelompok lain yang menginginkan Pancasila serta
social ekonomi sebagai dasar Negara. Hal itu terjadi karena memang pada saat
itu sedang diperdebatkan tentang Konstitusi Indonesia di Konstituante. Namun
perdebatan mengenai dasar Negara tidak membuahkan hasil karena kekuatan Islam
dan Nasionalis memiliki kekuatan yang seimbang sehingga tidak mencapai jumlah
2/3 yang dibutuhkan.
Pemilu kedua dilaksanakan pada tanggal 3
Juli 1971, pada masa awal Orde Baru. Pemilu kedua ini diikuti oleh sepuluh
Partai Politik diantaranya ada 4 partai Islam yaitu PSII memperoleh 10 kursi,
NU 58 Kursi, Parmusi 26 kursi dan Partai Islam Perti mendapat 2 kursi. Jumlah
total perolehan kursi Partai-partai islam adalah 96 kursi dari 362 kursi DPR
yang diperebutkan atau sebesar 26,5 %. Sejak pemilu tahun 1977 sampai dengan
tahun 1997 yaitu selama 20 tahun terjadi rasionalisasi partai politik oleh
pemerintah Orde Baru yaitu hanya ada 3 partai politik yaitu Partai Persatuan
Pembangunan sebagai partai Islam, Golongan Karya serta Partai Demokrasi
Indonesia. Partai Islam semakin pudar dengan perolehan suara yang terus menurun
yaitu pada pemilu 1977 memperoleh kursi sebesar 27,5% dari 360 kursi DPR.
Pemilu sepanjang Orde Baru, dilaksanakan
dibawah dominasi Golongan Karya yang selalu memperoleh kursi diatas 62 % sampai
75 % yang merupakan alat politk pemerintah Orde Baru. Karena itu perolehan
suaru partai Islam pada masa ini bukan merupakan indikasi sebenarnya atas sikap
pemilih yang dilakukan secara terbuka dan demokratis dalam pemilu. Orde Baru
memanfaatkan seluruh kekuatan politiknya yaitu Golongan Karya, Birokrasi dan
ABRI untuk mendukung dan mempertahakan kekuasaannya. Kemenangan Golkar didukung
penuh oleh kekuatan birokrasi dan ABRI.
Lahirnya Masa Reformasi ditandai dengan
tumbangnya pemerintahan Soeharto pada taggal 21 Mei 1998, yang disebabkan oleh
demonstrasi massa yang sangat besar yang menuntut perubahan dalam segala bidang
termasuk bidang kebebasan politik, kebebasan pers serta pemberantasan Korupsi ,
Kolusi dan Nepotisme. Presiden B.J.Habibie yang menggantikan Soeharto pada masa
itu membuka keran demokrasi ini dengan seluas-luasnya yaitu dengan membuka dan
menjamin kebebasan pers serta membebaskan berdirinya partai-partai politik yang
baru. Era baru ini disambut dengan gegap gempita dengan tuntutan
perubahan-perubahan radikal dalam politik.
Kebijakan Presiden B.J.Habibie yang
membebaskan berdirinya partai politi itu, disambut dengan lahirnya ratusan
partai politik baru di Indonesia yaitu paling tidak 181 partai politik, yang
dilanjutkan dengan pelaksanaan pemilu yang dipercepat pada bulan Juni 1999.
Dalam pemilu pertama masa reformasi itu, tidak seluruh partai politik yang
terdaftar bisa ikut pemuli, karena setelah dilakukan verifikasi oleh Komisi
Pemilihan Umum pemilu tersebut hanya diikuti oleh 48 partai Politik. Pemilu
ini, dianggap sebagai pemilu paling demokratis yang dilasanakan oleh bangsa
Indonesia sepanjang sejarahnya setelah Pemilu pertama pada tahun 1955.
Ada banyak problema Islam dalam politik di Indonesia,
hal ini ditandai oleh banyaknya partai-partai yang bermunculan di kalangan
kelompok Islam, baik yang berdasarkan diri pada ideologi dan simbol keislaman
maupun yang berbasis dukungan umat Islam. Sebagai contoh, dengan perkembangan
situasi politik saat ini, KPU meloloskan10 partai berikut
sebagai peserta pemilu 2014. Ada 4 parpol yang berbasiskan Islam, Yaitu :
1. Partai Amanat Nasional (PAN)
2. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP)
3. Partai Demokrat (PD)
4. Partai Gerakan Indonesia Raya
(Gerindra)
5. Partai Golkar
6. Partai Hati Nurani Rakyat
(Hanura)
7. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
8. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
9. Partai Nasional Demokrat (NasDem)
10. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Fenomena maraknya partai Islam dan partai berbasis
dukungan umat Islam merupakan refleksi dari kemajemukan umat Islam dan
keragaman kepentingan kelompok Islam. Pluralisme politik Islam merupakan
refleksi dari pluralisme masyarakat Islam. Kepemimpinan partai politik belum
mampu memfungsikan partai sebagai media artikulasi kepentingan politik umat
Islam. Tidak dipungkiri lagi politik Islam adalah suatu keharusan dalam sebuah
komunitas Islam yang majemuk.
Islam tidak bisa dipandang sebelah mata.
Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa
ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa ini belum bernama
Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh
perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam. Islam memiliki peran terhadap pembangunan di
Indonesia.
B.
Definisi Organisasi Islam
Organisasi Islam
merupakan sebuah organisasi yang bergerak (utamanya) di bidang agama, tetapi
organsasi teresebut juga bergerak di bidang-bidang kehidupan yang lain seperti
ekonomi, sosial, bahkan politik.
Unsur-insur yang
harus ada di dalam Organisasi Islam:
a.
Adanya
tempat
Tempat
adalah suatu hal yang terkadang cukup menjadi kendala pada aktifitas dakwah,
tidak adanya tempat yang lapang dan kondisi yang kondusif untuk melaksanakan
kerja-kerja dakwah, menentukan suatu markas/tempat berkumpul para du’at juga dicontohkan oleh Rasulullah
SAW yang telah menjadikan rumah Arqam Ibn Abil Arqam sebagai pusat kegiatan
dakwahnya. Di rumah itulah Rasulullah menyeru kepada manusia agar masuk Islam,
sehingga banyak kaum yang hadir pada pertemuan-pertemuan dari Darul Arqam yang
kemudian masuk Islam.
b.
Adanya
pemimpin dan yang dipimpin
Salah
satu rukun sukses sebuah organisasi.
Kriteria
pemimpin yang baik:
-
Memiliki
sifat fathonah
-
Amanah
-
Iltizam yang tinggi
-
Ash Shiddiq (jujur)
-
Rela
berkorban yang tinggi
-
Sabar
Kriteria
orang yang dipimpin:
-
Memiliki
loyalitas yang tinggi kepada syariat, organisasi, dan pemimpin
-
Memiliki
sifat yang istiqomah
-
Menghidupkan
musyawarah
c.
Adanya
tujuan yang jelas
Sebuah organisasi Islam mestilah memiliki tujuan
yang jelas agar tidak salah langkah dan perjuangan yang sudah dilakukan tidak
sia-sia.
C. Organisasi
Islam yang Pernah Ada di Indonesia
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di
Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan
kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang
keagamaan, pendidikan, dan social menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir
batin.
Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut:
1) Memajukan
pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam.
2)
Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan
oleh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1) Mendirikan sekolah-sekolah yang
berdasarkan agama Islam
2) Mendirikan poliklinik-poliklinik,
rumah sakit, rumah yatim, dan masjid
3) Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
keagamaan.
Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam
sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Itulah sebabnya penyelenggaraan pendidikan
dan pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan tentang
agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Kegiatan
Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan wanita yang dinamakan Aisyiah,
sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon ( HW ).
Muhammadiyah sebagai gerakan islam modernis sejak awal
kelahirannya telah memilih jalan pergerakan di wilayah social-keagamaan yang
memusatkan perhatian pada cita-cita pembentukan masyarakat (masyarakat islam
atau masyarakat utama) ketimbang bergerak di lapangan politik dengan melibatkan
diri dalam kancah perjuangan politik-protaktis (riel politics) yang
memperebutkan kekuasaan dalam pemerintahan dan lebih jauh lagi mencita-citakan
pembentukan sistem Negara. Dengan orientasi gerakan social-keagamaan itu
Muhammadiyah berhasil melakukan transformasi social ke berbagai struktur dan
proses kehidupan masyarakat secara langsung, operasional, dan relative dapat
diterima oleh banyak kalangan masyarakat. Melalui peranannya ini, di belakang
hari Muhammadiyah telah menghadirkan ideology gerakan islam yang bercorak
cultural dan bersifat modern yang melakukan perubahan-perubahan social dari
kehidupan yang bercorak agraris-pedesaan keindustrial-perkotaan yang waktu itu
merupakan fenomena baru dalam gerakan islam pada awal abad ke-20.
Dapat diakui saat ini bahwa persyarikatan Muhammadiyah
adalah suatu organisasi social kemasyarakatan islam modern yang terbesar di
seluruh dunia islam. Di samping itu juga tidak dapat di sangkal bahwa
keberhasilan kiprah amaliah Muhammadiyah di bidang pendidikan dan pelayanan
social kepada masyarakat sangat besar, dengan kata lain Muhammadiyah merupakan
organisasi yang luar biasa. Dalam usianya yang lebih dari 80 tahun,
Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 13.000 sekolah dari jenjang pendidikan
TK, SD, SLTP sampai ke SMU, juga Madrasah Diniyah dan Madrasah
Muallimin/Muallimat serta pondok pesantren. Belum terhitung lebih dari 60
perguruan tinggi dan akademik tersebar di seeluruh nusantara.
Dalam bidang pelayanan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 400 unit usaha yang berupa
rumah sakit umum, poliklinik, BKIA, panti asuhan dan yatim piatu, dan pos
santunan social serta lebih dari 3000 masjid. Hal lain yang perlu dicatat
adalah bahwa prestasi Muhammadiyah yang gemilang itu dicapai melalui pendekatan
terbuka, ramah, dan bersahabat dengan semua pihak, dan menempuh jalan yang
dibenarkan oleh undang-undang yang berlaku serta tidak bersikap tertutup dan
ekslusif. Salah satu kunci utama dari keberhasilan Muhammadiyah adalah sikapnya
yang steady dan konsisten dengan maksud pendirian persyarikatan.
Muhammadiyah pada masa orde baru itu telah
mengikrarkan diri untuk tidak mengulangi kesalahan politik yang sama seperti
yang dilakukan pada masa Orde Lama dengan terlibat dalam Masyumi selama lebih
dari sepuluh tahun. Melalui Tanwir Ponorogo dan Muktamar ke-38 di Ujung Pandang
pada 1971, organisasi ini menegaskan pendirian politiknya
bahwa Muhammadiyah tidak berafiliasi dan bukan merupakan bagian dari partai
politik tertentu. Sejak itulah Muhammadiyah dari tingkat pusat hingga ranting,
memberikan keleluasaan kepada anggotanya secara individu untuk menyalurkan
aspirasi politik kepada partai politik yang ada sepanjang tidak menyimpang dari
garis perjuangan Muhammadiyah.
Nahdhatul Ulama (NU)
Pada mulanya NU merupakan organisasi social keagamaan
dari kelompok islam tradisionalis. NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31
Januari 1926. Pendirian NU ini sebagai usaha menahan perkembangan paham
pembaharu islam di Indonesia. Pada waktu itu paham pembaharuan masuk ke
Indonesia yang di bawa oleh para jama’ah haji yang pulang ke Indonesia. Seruan
yang dikumandangkan adalah perlunya kembali kepada Al-qur’an dan hadits nabi
sebagai sumber utama ajaran Islam. Masih terbukanya pintu ijtihad dan melarang
praktik-praktik yang tidak sesuai dengan islam berupa bid’ah dan khurafat.
Dengan tumbuhnya paham pembaharuan islam ini, kelompok
islam tradisionalis berusaha menjaga paham yang selama ini dilaksanakan dengan
membentuk organisasi, yang dinamakan Nahdhatul Ulama (kebangkitan ulama).
Organisasi ini didirikan dimaksudkan juga dalam rangka mempertahankan
ajaran-ajaran 4 mazhab ( Hambali, Hanafi, Syafi’I, dan Mhaliki ), terutama
mazhab Syafi’i. Pendiri NU adalah KH. Hasyim As’ary, dan KH. Wachab Hasbullah.
NU pada masa pergerakan terus berkembang dan tetap
menjadi organisasi social keagamaan dan pendidikan. Sebagai pusat dari
pergerakan organisasi ini adalah pesantren-pesantren dengan Kyai sebagai ujung
tombaknya. Meskipun bergerak dalam bidang social keagamaan dan pendidikan, NU
juga pernah bergabung dalam GAPI dan menyerukan jihad untuk melawan penjajahan.
Ketika Indonesia merdeka, NU merupakan salah satu
pilar partai politik Masyumi. Bersama-sama dengan Muhammadiyah, organisasi
Islam pembaharu, NU mendirikan partai politik Masyumi. Partai ini dimaksudkan
sebagai satu-satunya partai Islam di Indonesia sebagai alat perjuangan dan
aspirasi umat Islam Indonesia. Namun dalam perkembangan kemudian, karena ada
salah paham dan pandangan yang berbeda denagan unsure-unsur dalam tubuh
Masyumi. Dalam Muktamar yang diselenggarakan di Palembang tahun 1952, NU
menyatakan sebagai partai politik yang berdiri sendiri dan tidak lagi menjadi
bagian dari Masyumi.
Dengan keluarnya NU dari Masyumi maka orang Masyumi
yang duduk dalam cabinet dari unsure Nu tidak lagi atas nama partai Masyumi
tetapi atas nama partai NU. Dengan demikian karena NU memiliki massa yang
banyak, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, kekuatan NU menjadi sangat
menentukan dalam setiap menyusun cabinet. Oleh karena itu, setiap penyusunan
kabinet NU selalu menjadi partai politik yang harus dilibatkan dalam koaliisi
pembentukan kabinet. Dengan kata lain, NU merupakan unsur dalam koalisi
pembentukan cabinet. Dalam konteks itu maka bagi siapa saja, baik itu kalangan
nasionalis (PNI) atau Masyumi harus mengajak NU dalam koalisi membentuk
cabinet.
Hubungan Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua
organisasi “terbesar” di Indonesia. Kata “terbesar”sengaja diberi tanda kutip
karena awalan “ter” seharusnya menunjuk pada satu objek, bahkan dua. Keduanya
disebut “terbesar” untuk menunjukkan betapa sulitnya menentukan mana yang satu
di antara keduanya yang lebih besar. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan yang tidak bisa di ukur secara matematis.
Satu hal yang tidak bisa dimungkiri bahwa jika NU
memiliki puluhan atau bahkan ratusan pesantren maka muhammadiyah memiliki
lembaga pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi yang kurang lebih sama
jumlahnya. Jika tokoh-tokoh NU memiliki puluhan LSM, Muhammadiyah pun memiliki
lembaga-lembaga sosial yang tidak kalah, baik secara kualitas maupun kuantitas,
dengan LSM NU. Alhasil, NU dan Muhammadiyah adalah dua aset bangsa yang tak
ternilai harganya. Mengingat begitu signifikannya peran kedua organisasi ini,
banyak kalangan berpendapat, jika di antara keduanya tidak ada masalah maka
selesailah, minimal setengah dari persoalan bangsa ini.
Sebaliknya, jika keduanya bertikai maka akan runyamlah
nasib bangsa ini. Karenanya program mendamaikan dan atau mempertemukan keduanya
terasa begitu urgen. Namun, sejauh mana upaya ini mungkin di lakukan akan
sangat tergantung pada 2 faktor, pertama menyangkut latar belakang kelahiran
kedua organisasi ini yang secara langsung terkait dengan paham keagaman yang
diyakini dan diinterpretasikan oleh keduanya. Kedua, watak politik antara
keduanya yang juga sedikit banyak dipengaruhi paham keagaman yang diyakini dan
diinterpretasikan oleh keduanya.
- Kontribusi yang Telah Diberikan Oleh Umat Islam (Organisasi Islam) terhadap Aspek Politik di Indonesia
Dewasa ini turut menuntun arah politik negara
Indonesia. Maraknya kehidupan politik Islam ini menunjukkan suatu fenomena yang
dapat diberi label repolitisasi Islam. Politik Islam ialah aktivitas politik
sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis
solidaritas berkelompok. Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan
Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku (political
behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi
pada nilai-nilai Islam.
Salah satu isu politik yang sering menempatkan
kelompok Islam pada posisi dilematis yang sering dihadapi politik Islam adalah
pemosisian Islam vis a vis negara yang berdasarkan Pancasila. Walaupun umat
Islam mempunyai andil yang sangat besar dalam menegakkan negara melalui
perjuangan yang panjang dalam melawan penjajahan dan menegakkan kemerdekaan,
namun untuk mengisi negara merdeka kelompok Islam tidak selalu pada posisi yang
menentukan.
Peran kelompok Islam, baik tokoh Islam
maupun mahasiswa Islam dalam mendorong gerakan reformasi sangat besar. Semangat
politik yang tinggi yang tidak disertai oleh pengetahuan yang luas dan mendalam
tentang perkembangan politik sering mengakibatkan terabainya penguatan taktik
dan strategi politik. Dua hal yang
sangat diperlukan dalam politik praktis dan permainan politik. Dilema
politik Islam berpangkal pada masih adanya problem mendasar dalam kehidupan
politik umat Islam.
Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan
nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena di setiap masa dalam kondisi
perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa
ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat
ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas
bangsa ini.
Selain itu, dalam ajaran Islam sangat
dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya
bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi
sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
BAB
III
PENUTUP
- Simpulan
Jadi, dari pemaparan materi
di bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa relasi Islam dan
politik di Indonesia senantiasa menarik untuk diperbincangkan dari dulu hingga
sekarang. Selain karena umat Islam menjadi warga mayoritas di negeri ini, juga
karena aspirasi politik umat Islam di Indonesia tidaklah bersifat homogen.
Aspirasi politik umat Islam di Indonesia
sangat heterogen dan terus berkembang dari waktu ke waktu. Sejak era sebelum
kemerdekaan hingga hari ini aspirasi politik umat Islam di pentas politik
nasional tidaklah tunggal dan saling berkontestasi satu kelompok dengan
lainnya. Sebagai penduduk mayoritas di negeri ini, sebagian kaum muslim
mendesak bahwa Islam haruslah berpartisipasi secara aktif dan mendapatkan
keistimewaan.
- Saran
Berdasarkan pemaparan materi yang telah kami
sampaikan, kami memiliki saran sebagai berikut:
a.
Sebagai umat Islam yang berbudi
pekerti luhur, hendaknya kita selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk diri
sendiri maupun orang lain, sehingga kesejahteraan umat tetap terjaga.
b.
Senantiasa menjaga Ukhuwah Islamiyah agar kesatuan dan
persatuan di bangsa ini tetap terjaga.
c.
Menjadi sosok-sosok dalam organisasi
Islam yang senantiasa menjaga kerukunan bersama, bukan menjadi pelopor
keretakan umat.
d.
Mewaspadai organisasi-organisasi
yang mengatasnamakan Islam yang dalam kenyataannya organisasi tersebut memiliki
maksud dan tujuan yang tidak sejalan dengan aqidah agama Islam.
e.
Menyadari bahwa perbedaan akan
selalu terjadi dalam suatu tatanan
masyarakat. Jadi, sebagai umat Islam yang baik, maka menyikapi hal
tersebut dengan cara yang arif bijaksana, seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Dalam Al-Qur’an dan hadits disebutkan:
“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin
itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat
mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya.
Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (Surat At-Taubah Ayat 6)
“Janganlah kamu berselisih, karena kamu akan menjadi lemah
dan hilang kewibawaan kamu.” (QS. Al-Anfal: 46)“Janganlah kamu seperti orang-orang yang musyrik, yaitu mereka mencerai-beraikan agamanya dan bergolong-golongan. Dan setiap golongan berbangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum: 31-32)
Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab
itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al
Hujurat: 10)
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي
جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ. ادْخُلُوهَا بِسَلاَمٍ آمِنِينَ. َنَزَعْنَا مَا فِي
صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَاناً عَلَى سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam
surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir).
(Dikatakan kepada mereka): “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman ” .
Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang
berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS Al Hijr: 45-47)Sabda Rasulullah SAW., "Sesuatu paling berat yang diletakkan pada timbangan (al-mizan) adalah ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang baik. (Ibid )"
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
M. Daud, SH. 1986. Islam dan Hubungannya
dengan Sistem Sosial, Hukum, dan Politik. CV Wirabuana: Jakarta
Jurdi,
Syarifudin. 2008. Pemikiran Politik Islam
di Indonesia. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
http://e-dokumen.kemenag.go.id
hamdanzoelva.wordpress.com
cahyodwi-dc.blogspot.com
ninkrukhster.blogspot.com
obrolanpolitik.blogspot.com
http://eidariesky.wordpress.com
abar-cule.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar